SEJARAH EKONOMI INDONESIA
A.
Sejarah Pra Kolonialisme
Sejarah ekonomi adalah
ilmu yang mempelajari tentang cara fenomena ekonomi berubah dilihat dari
sudut pandang historisnya. Analisis dalam sejarah ekonomi
dilakukan menggunakan gabungan metode sejarah, metode statistik dan teori
ekonomi terapan sampai peristiwa bersejarah.
Topik ini
meliputi sejarah bisnis, sejarah keuangan dan mencakup bidang sejarah
sosial seperti sejarah kependudukan dan sejarah buruh.
Sejarah ekonomi kuantitatif (ekonometrik) juga disebut sebagai kliometrik.
B.
Sejarah Indonesia
Era Pra Kolonial
Pada era pra kolonial yaitu era dimana bangsa asing belum masuk ke
Indonesia. Terutama bangsa Eropa yang bertujuan memperluas kekuasaan mereka
atau untuk menjadi bangsa penjajah di Idonesia. Pada era ini kita adalah
jamannya kejayaan kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Termasuk masa berkembangnya agama Hindu dan Budha sebagai agama yang
pertama kali dikenal di Indonesia. Sehingga adat budaya Hindu-Budha masih dapat
kita lihat hingga kini terutama dari bangunan-banguna bersejarah pada masa itu.
Diantaranya berbagaiprasasati dan candi yang
merupakan hasil budaya masyarakat Indonesia pada masa itu.
Dimulailah sejarah Indonesia mengenai penyebaran ajaran Hindu-Budha serta
beberapa kerajaan bercorak Hindu-Budha yang sempat berjayaan membuat nama mereka
sekaligus raja-raja dan para tokohnya terkenal di seluruh nusantara. Ini
berlangsung mulai abad ke-4 hingga abad ke-15. Tepatnya dimulai dari masa
kejayaan kerajaan Kutai hingga Kerajaan Malayapura.
Setelah masa itu perdagangan dunia mulai berkembang seiring dengan
ditemukannya Indonesia oleh berbagai bangsa lain dari berbagai belahan dunia.
Pada abad ke 12 mulailah berdatangan para pedagang atau yang lebih dikenal
dengan sebutan para Guzarat dari Timur Tengah. Terutama para pedagang
berkebangsaan Arab Saudi yang beragama Islam. Dari mereka inilah cikal bakal
penyebaran dan berkembangnya agama Islam di Indonesia ini. Hingga akhirnya
agama ini kini masih menjadi agama mayoritas di Indonesia.
Adanya interaksi antara para pedagang dengan orang Indonesia asli untuk
berbisnis lama kelamaan berkembang menjadi akulturasi budaya. Tidak sedikit
bangsa Arab menikahi orang Indonesia dan menetap di Indonesia. Tidak sedikit
pula orang Indonesia yang masuk Islam. Maka kita kenal adanya Wali Songo yang
merupakan orang Indonesia asli yang memilii ilmu mengenai agama Islam yang
kental. Mereka menjadi penyebar agama Islam di seluruh Nusantara. Terutama di
Pulau Jawa dengan berbagai cara yang unik.
Perlahan namun pasti kita juga mulai mengenal gaung dari kerajaan-kerajaan
Islam yang juga sempat mengalamami masa kejayaaan. Kita mengenal kesultanan
Samudera Pasai, Demak, Banten, dll. Sebagai kerajaan yang bercorak budaya Islam
yang kental. Begitupun para tokoh Islam yang terdapat di dalamnya yang cukup
berpengaruh dalam perkembangan Islam di Indonesia.
C.
Sistem Monopoli
VOC
Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur
Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnieatau VOC) yang didirikan
pada tanggal 20
Maret 1602 adalah persekutuan dagang asalBelanda yang
memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan persekutuan
dagang untuk kawasan Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap
sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan
perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.
VOC memiliki enam bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen,Delft, Hoorn,
dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren
XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh
belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam
berjumlah delapan.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan
rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan
ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan
penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba
berdagang dengan para penduduk tersebut.
Monopoli VOC di
Indonesia
Hasil pelayaran bangsa Belanda pada mulanya hanya mendatangkan kerugian,
karena diantara para pedagang mereka sendiri senantiasa satu sama lain saling
bersaing dan hanya bertujuan untuk mencari untung masing-masing. Pemerintah
Belanda segera turun tangan dan membasmi segala pertentangan atau perebutan
yang terjadi dengan jalan membentuk suatu persatuan atau penggabungan diantara
kongsi dagang yang ada.
Demikian pada tahun 1602 berdirilah di negeri Belanda persatuan kongsi
dagang yang diberi nama V.O.C singkatan dari Verenigde Oost Indische Compagnie.
Persatuan kongsi tersebut dari pemerintah Belanda memperoleh berbagai hak
seperti boleh bertindak atas nama pemerintah Belanda dengan segala kekuasaan
seolah-olah bagaikan suatu pemerintahan yang berdaulat penuh atas
daerah-daerah yang dapat dikuasai antara Tanjung Harapan dan Selat Magelhaen.
Dalam hubungan ini V.O.C selaku kongsi dagang besar sudah tentu akan
menjalankan hak perniagaan tunggalnya (monopoli) di Indonesia yang tiada lain
dimaksudkan untuk mencegah timbulnya persaingan.
Adapun langkah-langkah untuk mencoba mempertahankan hak dagang tunggal itu
antaralain:
a.
Harus dapat mengusir orang-orang Portugis
dari perairan Indonesia
b.
Harus dapat menguasai raja-raja di
Indonesia.
Untuk dapat melaksanakan kedua maksud itu VOC mendirikan loji-loji seperti
di Banten, Jakarta dan Hitu (Ambon). Ketiga tempat itu letaknya sangat
strategis sehingga dapat dijadikan basis untuk menyusun kekuatan dalam
melaksanakan siasatnya. Karena itu pulalah maka pengaruh VOC atas penduduk
pribumi tampak sangat besar di kedua bagian dari kepulauan Indonesia
yakni di Jawa dan Maluku.
Aturan monopoli VOC :
Ø
Rakyat Maluku hanya boleh menanam
rempah-rempah atas izin VOC.
Ø
Luas wilayah perkebunan dibatasi oleh VOC.
Ø
Harga jual ditentukan VOC.
Ø
Tempat menanam rempah-rempah ditentukan
VOC.
Aturan monopoli VOC yang paling terkenal pada masa itu adalah Verplichte
Leverantie, yaitu penyerahan wajib hasil panen cengkeh dan rempah-rempah
lainnya kepada VOC dengan harga yang telah ditentukan.
Strategi VOC Dalam Menjalankan Monopoli
Ø
Ekstirpasi
Ø
Pelayaran Hongi
Dampak Kebijakan
VOC Terhadap Perekonomian Indonesia
Ø
Tumbuhnya kota-kota dagang seperti Banten,
Batavia, dan Padang.
Ø
Eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan.
Ø
Hancurnya pusat-pusat dan jalur-jalur perdagangan
kerajaan Islam di Nusantara.
Ø
Tumbuhnya perkebunan-perkebunan di
Indonesia.
VOC benar-benar mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, hal ini
dikarenakan sumber utama pendapatan mereka adalah dengan menjual rempah-rempah
serta komoditi lainnya yang berasal dari Indonesia. VOC benar-benar
menggantungkan keadaan perusahaannya kepada para petani dan hasil panen
rempah-rempah di Indonesia. Hal ini dikarenakan komoditi utama yang
diperdagangkan oleh VOC yaitu kain, tidak laku di Indonesia. Kain yang dijual
VOC, tidak mampu dibei oleh rakyat Indonesia, karena kemiskinan yang dialami
oleh rakyat Indonesia, sehingga daya beli mereka rendah.
D. Sistem Tanam Paksa
Cultuurstelsel (harafiah: Sistem Kultivasi atau secara
kurang tepat diterjemahkan sebagaiSistem Budi Daya) yang oleh sejarawan
Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang
dikeluarkan oleh Gubernur
Jenderal Johannes van den Bosch pada
tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian
tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah
kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada
pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75
hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam
pajak.
Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia
Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras
dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena
ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah.
Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus
menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan
kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi
modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan
negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelarGraaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.
Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik
dengan dikeluarkannya UU Agraria
1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam
sejarah penjajahan Indonesia.Sejak VOC dibubarkan tahun 1799, daerah-daerah
yang menjadi kekuasaannya diambil alih oleh pemerintah kerajaan Belanda.
Kebijakan 'Culture Stelsel' dilaksanakan untuk mengeruk kekayaan bumi Indonesia
tanpa mau memperhatikan rakyat Indonesia dibawah pimpinan Van Den Bosch. Secara
teoritis, peraturan yang ditetapkan dalam sistem tanam paksa tidak
memberatkan. Akan tetapi dalam prakteknya, banyak sekali penyimpangan yang
dilakukan dalam sistem ini.
Penyimpangan pelaksanaan
sistem tanam paksa sebagai berikut:
Ø
Dalam perjanjian, tanah yang digunakan
untuk 'cultur stelsel' adalah seperlima sawah, namun dalam prakteknya dijumpai
lebih dari seperlima tanah, yaitu sepertiga dan bahkan setengah dari sawah
milik pribumi.
Ø
Tanah petani yang dipilih hanya tanah yang
subur, sedangkan rakyat hanya mendapat tanah yang tidak subur.
Ø
Tanah yang digunakan untuk penanaman tetap
saja dikenakan pajak sehngga tidak sesuai dengan perjanjian.
Ø
Kelebihan hasil tidak dikembalikan kepada
rakyat atau pemilik tanah, tetapi dipaksa untuk dijual kepada pihak Belanda
dengan harga yang sangat murah.
Ø
Waktu untuk bekerja untuk tanaman yang
dikehendaki pemerintah Belanda, jauh melebihi waktu yang telah ditentukan.
Waktu yang ditentukan adalah 65 hari dalam setahun, namun dalam pelaksanaannya
adalah 200 sampai 225 hari dalam setahun.
Ø
Penduduk yang tidak memiliki tanah
dipekerjakan di perkebunan Belanda, dengan waktu 3-6 bulan bahkan lebih.
Ø
Tanaman pemerintah harus didahulukan baru
kemudian menanam tanaman mereka sendiri. Kadang-kadang waktu untuk menanam,
tanamannya sendiri itu tinggal sedikit sehingga hasilnya kurang maksimal.
Ø
Kerusakan tanaman tetap ditanggung petani.
E. Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
Sistem ekonomi kapitalis liberal adalah sitem ekonomi yang aset-aset
produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh sektor
individu/swasta. Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual untuk
memperoleh laba.
Sistem perekonomian/tata ekonomi kapitalis liberal merupakan sistem
perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan
kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan
barang dan lain sebagainya.
Dalam perekonomian kapitalis liberal setiap warga dapat mengatur nasibnya
sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis
untuk memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas melakukan kompetisi untuk
memenangkan persaingan bebas.
Ciri-ciri Sistem
Ekonomi Kapitalis Liberal:
o Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.
o Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi
dan hanya terbatas pada pembuatan peraturan dan kebijakan ekonomi.
o Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya
produksi dan masyarakat pekerja (buruh).
o Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.
o Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar.
o Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonom.
o Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
o Kegiatan yang dilaksanakan bersifat profit oriented.
Keuntungan dan
Kelemahan Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
Keuntungan :
o Menumbuhkan inisiatif dan kerasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, karena
masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari pemerintah.
o Setiap individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang
nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.
o Timbul persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.
o Mengahsilkan barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan
semangat antar masyarakat.
o Efisiensi dan efektifitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan
motif mencari keuntungan.
Kelemahan :
o Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat.
o Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
o Banyak terjadinya monopoli masyarakat.
o Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi
sumber daya oleh individu.
o Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas tersebut.
Institusi-institusi
dalam Ekonomi Kapitalis Liberal
a.
Hak kepemilikan
b.
Keuntungan
c.
Konsumerisme
d.
Kompetisi.
e.
Harga.
Karakteristik
dalam Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
o Faktor-faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja, kewirausahaan) dimiliki
atau dikuasai oleh pihak swata.
o Pengambilan keputusan ekonomi bersifat Desentralisai, diserahkan kepada
pemilik faktor produksi dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yan berlaku.
o Rangsangan insentif atau umpan balik diberikan dalam bentuk utama materi
dalam sebagai sarana memotivasi para pelaku ekonomi.
F. Era Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir
pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring denganProklamasi Kemerdekaan Indonesia
oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi.
Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada Juli mengalihkan ekspor untuk
Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan
untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal pada Juni 1941, dan
Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Pada bulan
yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi
terhadap pemerintahan Belanda.
Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pengalaman
dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana
seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah
yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat
perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang
lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran
dalam penguasaan Jepang.
Dampak Positif
Pendudukan Jepang
a.
Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk
menjadi bahasa komunikasi nasional dan menyebabkan bahasa Indonesia mengukuhkan
diri sebagai bahasa nasional.
b.
Jepang mendukung semangat anti-Belanda,
sehingga mau tak mau ikut mendukung semangat nasionalisme Indonesia. Antara
lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda, misalnya perubahan nama Batavia menjadi
Jakarta.
c.
Untuk mendapatkan dukungan rakyat
Indonesia, Jepang mendekati pemimpin nasional Indonesia seperti Sukarno dengan
harapan agar Sukarno mau membantu Jepang memobilisasi rakyat Indonesia.
Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para pemimpin nasional Indonesia dan
memberikan mereka kesempatan memimpin rakyatnya.
d.
Dalam bidang ekonomi
didirikannya kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk kepentingan
bersama.
e.
Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6
tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA.
f.
Pembentukan strata masyarakat hingga
tingkat paling bawah yaitu rukun tetangga (RT) atauTonarigumi.
g.
Diperkenalkan suatu sistem baru bagi
pertanian yaitu line system (sistem pengaturan bercocok tanam secara
efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan.
h.
Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari sini muncullah ide Pancasila.
i.
Jepang dengan terprogram melatih dan
mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia demi kepentingan Jepang pada awalnya.
Namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal untuk berperang yang dikemudian hari
digunakan untuk menghadapi kembalinya pemerintah kolonial Belanda.
j.
Dalam pendidikan dikenalkannya
sistem Nippon-sentris dan diperkenalkannya kegiatan upacara dalam
sekolah.
Dampak Negatif
Pendudukan Jepang
a.
Penghapusan semua organisasi politik dan
pranata sosial warisan Hindia Belanda yang sebenarnya banyak diantaranya yang
bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan
warga.
b.
Romusha, mobilisasi rakyat Indonesia
(terutama warga Jawa) untuk kerja paksa dalam kondisi yang tidak manusiawi.
c.
Ekploitasi segala sumber daya seperti
sandang, pangan, logam, dan minyak demi kepentingan perang. Akibatnya beras dan
berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang sehingga banyak rakyat yang
menderita kelaparan.
d.
Krisis ekonomi yang sangat parah. Hal ini
karena dicetaknnya uang pendudukan secara besar-besaran sehingga menyebabkan
terjadinya inflasi.
e.
Kebijakan self sufficiency (kawasan
mandiri) yang menyebabkan terputusnya hubungan ekonomi antar daerah.
f.
Kebijakan fasis pemerintah militer Jepang
yang menyebar polisi khusus dan intelijen di kalangan rakyat sehingga
menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas melanggar hak asasi manusia
dengan menginterogasi, menangkap, bahkan menghukum mati siapa saja yang
dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau anti-Jepang tanpa proses
pengadilan.
g.
Pembatasan pers sehingga tidak ada pers
yang independen, semuanya di bawah pengawasan Jepang.
h.
Terjadinya kekacauan situasi dan kondisi
keamanan yang parah seperti maraknya perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.
i.
Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa
Belanda dan Inggris yang menyebabkan pendidikan yang lebih tinggi terasa
mustahil.
j.
Banyak guru yang dipekerjakan sebagai
pejabat pada masa itu sehingga menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara
tajam.
G. Cita-Cita Ekonomi
Merdeka
Perekonomian global sedang anjlok. Namun, pada saat bersamaan, perekonomian
Indonesia justru tumbuh. Memasuki tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia
diprediksi 6,5 persen. Lalu, juga pada tahun 2013 mendatang, PDB Indonesia
diperkirakan 1 Triliun USD.
Gara-gara angka-angka tersebut, banyak orang terkesima dengan performa
ekonomi Indonesia. Banyak yang mengira, dengan pertumbuhan ekonomi sepesat itu,
bangsa Indonesia sudah sejahtera. Lembaga rentenir Internasional, IMF (Dana
Moneter Internasional), turut terkesima dan memuja-muja pertumbuhan itu.
Namun, fakta lain juga sangat mencengankan. Indeks Gini, yang mengukur
tingkat kesenjangan ekonomi, meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat kesenjangan ekonomi pada
2011 menjadi 0,41. Padahal, pada tahun 2005, gini rasio Indonesia masih 0,33.
Data lain juga menunjukkan, kekayaan 40 orang terkaya Indonesia mencapai Rp680
Triliun (71,3 miliar USD) atau setara dengan 10,33% PDB.
Konon, nilai kekayaan dari 40 ribu orang itu setara dengan kekayaan 60%
penduduk atau 140 juta orang. Data lain menyebutkan, 50 persen kekayaan ekonomi
Indonesia hanya dikuasai oleh 50 orang.
Ringkas cerita, pertumbuhan ekonomi yang spektakuler itu tidak mencerminkan
kesejahteraan rakyat. Yang terjadi, sebagian besar aset dan pendapat ekonomi
hanya dinikmati segelintir orang. Sementara mayoritas rakyat tidak punya aset
dan akses terhadap sumber daya ekonomi. Akhirnya, terjadilah fenomena: 1% warga
negara makin makmur, sementara 99% warga negara hidup pas-pasan. Akhirnya, kita
patut bertanya, apakah pembangunan ekonomi semacam itu yang menjadi cita-cita
kita berbangsa? Silahkan memeriksa cita-cita perekonomian kita ketika para
pendiri bangsa sedang merancang berdirinya negara Republik Indonesia ini.
Bung Hatta pernah berkata, “dalam suatu Indonesia Merdeka yang dituju, yang
alamnya kaya dan tanahnya subur, semestinya tidak ada kemiskinan. Bagi Bung
Hatta, Indonesia Merdeka tak ada gunanya jika mayoritas rakyatnya tetap hidup
melarat. “Kemerdekaan nasional tidak ada artinya, apabila pemerintahannya hanya
duduk sebagai biduanda dari kapital asing,” kata Bung Hatta. (Pidato Bung Hatta
di New York, AS, tahun 1960). Karena itu, para pendiri bangsa, termasuk Bung
Karno dan Bung Hatta, kemudian merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita
Perekonomian”.
Ada dua garis besar cita-cita
perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial dan
feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
Artinya, dengan penjelasan di atas, berarti cita-cita perekonomian kita tidak
menghendaki ketimpangan. Para pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan
kemakmuran di tangan segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat.
Tegasnya, cita-cita perekonomian kita menghendaki kemakmuran seluruh rakyat.
Supaya cita-cita perekonomian itu tetap menjiwai proses penyelenggaran
negara, maka para pendiri bangsa sepakat memahatkannya dalam buku Konstitusi
Negara kita: Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Pasal 33 UUD 1945 merupakan
sendi utama bagi pelaksanaan politik perekonomian dan politik sosial Republik
Indonesia. Namun, sejak orde baru hingga sekarang ini (dengan pengecualian di
era Gus Dur), proses penyelenggaran negara sangat jauh politik perekonomian ala
pasal 33 UUD 1945.
Pada masa orde baru, sistem perekonomian kebanyakan didikte oleh kapital
asing melalui kelompok ekonom yang dijuluki “Mafia Barkeley”. Lalu, pada masa
pasca reformasi ini, sistem perekonomian kebanyakan didikte secara langsung
oleh lembaga-lembaga asing, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Akibatnya, cita-cita perekonomian sesuai amanat Proklamasi Kemerdekaan pun
kandas. Bukannya melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial, tetapi malah
mengekal-kannya, yang ditandai oleh menguatnya dominasi kapital asing, politik
upah murah, ketergantungan pada impor, dan kecanduan mengekspor bahan mentah ke
negeri-negeri kapitalis maju. Ketimpangan ekonomi kian menganga. Kemiskinan dan
pengangguran terus melonjak naik. Mayoritas rakyat (75%) bekerja di sektor
informal, tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial. Sementara puluhan juta
lainnya menjadi “kuli” di negara-negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar